Oleh: atep t hadiwa js | April 9, 2019

Wayang Ajen di Ballroom Fave Hotel Garut

IMG_20190409_130032

Minggu, 7 April 2019, kerapkali suasana seisi Ballroom Fave Hotel Garut pecah oleh suara sorak-sorai para penikmat pagelaran wayang ajen, yang didominasi oleh para generasi milenial Garut. Mereka adalah para mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi dan para siswa SMA di Garut. Di samping itu turut hadir pula para pejabat Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Garut, bahkan juga terlihat hadir Komunitas Penggemar Wayang Ajen (NBWGA) dari Kabupaten Tasikmalaya serta Ciamis.

Sorak-sorai terdengar ketika adegan lakon wayang yang disajikan oleh Ki Dalang Wawan Ajen begitu tepat mengena dengan alur pikiran mereka. Misalnya ketika salah satu tokoh cerita wayang itu menyampaikan pesan moral tentang kebangsaan, kepahlawanan, nasionalisme kepada penontonnya.

IMG-20190407-WA0135

Wayang Ajen memang menyajikan alternatif pagelaran seni wayang golek yang adiluhung itu, dengan kemasan yang sangat disesuaikan dengan berbagai situasi dan keperluan. Misalnya dalam hal tata panggung, tata cahaya, tata multimedia, serta format cerita yang mengusung aspek komunikatif dengan penontonnya.

Tak pelak Ki Dalang Wawan Ajen berhasil  menghibur para penonton, bahkan sukses menyampaikan pesan-pesan melalui lakon yang disajikan. (atep ajen)

CIAMIS – Kegiatan berlangsung Jumat-Sabtu sampai dengan Sabtu malam, 29-30 Juni 2018, diawali dengan lomba kompetensi santri dalam bidang adzan, murotal, dan bacaan solat. Dilanjukan dengan pawai taaruf santri yang diikuti oleh ratusan santri beserta warga, dengan berjalan kaki dan menempuh jarak sekitar 1 km.

IMG_20180630_082600_HDR

Kemudian pada Sabtu mulai siang harinya disuguhkan tampilan hasil belajar para santri dalam bentuk pentas panggung, dengan tujuan sebagai ukuran untuk mengetahui penguasaan santri terhadap materi pelajaran Agama Islam.

Insaallah pada malam harinya akan dilaksanakan pengajian umum (ceramah keagamaan), yang akan dihadiri seluruh warga Dusun Desa. Mubaligh sebagai narasumber yaitu Al Ustad H. Iyar Tamaswara, S.Ag. (praktisi kajian keislaman FKDT Ciamis, pengurus MUI Sukamantri).

wisata religi imtihan santri (4)

Adapun dalam format acara pengajian umum ada selipan acara penyampaian laporan ketua panitia yang dilakukan oleh si “Cepot” oleh ki dalang Atep Ajen. Diharapkan akan menambah animo warga untuk datang menghadirinya. Secara umum kegiatan ini mengambil tema “Wujudkan Generasi Bangsa yang Cerdas dan Berahlak Mulia melalui Madrasah”.

Pamokolan, 30 Juni 2018

Oleh: atep t hadiwa js | Oktober 13, 2011

BUKU PENDIDIKAN BERKARAKTER

Pentingnya “Karakter Bangsa” dalam Buku Pendidikan kita sudah tak bisa ditawar-tawar lagi. Mengapa…?

Berikut cuplikan dalam tulisan Prof. Dr. H. Suherli Kusmana :

Pada saat ini banyak pihak yang merasa bahwa bangsa Indonesia telah mengalami perubahan yang sangat dramatis, baik dalam kepemilikan karakter maupun budaya sebagai jati diri bangsa. Budimansyah (2009) menyatakan terjadi perubahan masyarakat terutama “munculnya karakter buruk yang ditandai kondisi kehidupan sosial budaya penyabar, ramah, penuh sopan santun dan pandai berbasa-basi berubah menjadi pemarah, suka mencaci, pendendam, berbuat sadis, kejam, dan biadab”. Pendidikan diharapkan mampu menanamkan kembali karakter bangsa yang sudah semakin berubah.

Selengkapnya silakan baca di sini.

Oleh: atep t hadiwa js | Oktober 12, 2011

Ayooo……. PLPG

Barangkali Anda termasuk dalam daftar peserta PLPG tahun 2011, silakan lihat daftar Nama Peserta PLPG Tahun 2011 Kabupaten Ciamis Rayon 136 Universitas Siliwangi Tasikmalaya serta Jadwal Pelaksanaannya di sini atau di sini.
Sedangkan jadwal PLPG rayon 136 UNSIL bisa diperoleh di sini.

Oleh: atep t hadiwa js | September 30, 2011

ATMOSFIR SENI YANG PERLU DITIRU

(Pagelaran Wayang Golek Ajén dalam rangka Hari Jadi ke-513 Kabupaten Kuningan, Jabar)
oleh : Atep T. Hadiwa

Alun-Alun Pandapa Palamarta Kabupaten Kuningan, komplek Stadion Olahraga Mashud Wisnusaputra menjadi saksi para seniman, budayawan, tokoh pemerintahan baik pusat maupun daerah, pemerhati seni dan budaya, serta masyarakat kota Kuningan pada umumnya, khususnya generasi muda pecinta seni-budaya, atas suatu asumsi bahwa salah satu karya adiluhung seni “Wayang Golek” Jawa barat yang hampir tidak mendapat tempat dan cenderung ditinggalkan masyarakat pemiliknya ternyata tercerahkan dengan ‘geliat’ yang begitu nyata melalui Pagelaran Wayang Golek Ajén Parwa Pujangga dengan dalang Ki Wawan Ajén.

Hal yang sangat menggembirakan dan sangat mencerahkan dari pagelaran tersebut, di antaranya bahwa pagelaran tersebut merupakan hasil kerja sama bahu-membahu antara berbagai pihak. Mengapa demikian, karena dengan suatu kesamaan pemahaman dan pemaknaan salah satu program pemerintah melalui Kemenbudpar RI bersama dengan Pemkab Kuningan, didukung oleh berbagai pihak yang pada saat itu hadir seperti ; pangersa Sultan Anom Cirebon, wakil rakyat dari DPR RI Bapak Dedi Gumelar, tokoh Pasundan Bapak Prof. Dr. H. Ahman Sya, tokoh pedalangan Kuningan Bapak Jojo Hamzah, para pemerhati dan tokoh seni-budaya Kuningan, para dalang berbagai angkatan lingkungan PEPADI Kuningan, para dalang dari wilayah Ciamis dan Tasikmalaya, serta segenap warga Kota Kuningan yang menyaksikan pagelaran pada saat itu.

Sabtu 24 September 2011 mulai pukul 20.00 WIB malam sampai dengan pukul 03.00 WIB dini hari ki dalang Wawan Ajén mengemas pagelaran dengan mengupas lakon “Gatutkaca Jumeneng Raja”. Selepas upacara bubuka yang diisi oleh sambutan Dirjen Kemenbudpar RI, dan sambutan Bupati Kuningan, ki dalang Wawan Ajén memulai kisah dengan sedikit berbeda dari pola pagelaran wayang golek pada umumnya, hal tersebut ternyata merupakan ‘ciri mandiri’ dalam setiap pagelaran Wayang Ajén. Menurutnya, kemasan Wayang Ajén merupakan alternatif yang disuguhkan dalam bentuk kreativitas mengemas lakon dengan prinsif ‘miindung ka waktu mibapa ka jaman’ tanpa meninggalkan norma-norma ketradisionalan, sehingga berbagai pesan termasuk pesan moral tetap tersampaikan kepada para penikmatnya.

Kreativitas mengemas lakon sebagai upaya mengembangkan pertunjukan seni wayang golék dalam pagelaran Wayang Ajén terlihat mulai dari penamaan yang mandiri. Istilah ‘Wayang Ajén’ mengandung makna sebagai upaya meningkatkan derajat seni dan seniman, tiada lain sebagai ajakan dan harapan untuk saling menghargai ; ajén-inajén ; bahwa seni tradisional pun harus mendapat tempat terhormat ; menasional ; mendunia, para peseni tradisional pun harus menikmati peningkatan kesejahteraan. Tak ubahnya seperti sebuah konser, tata panggung, tata dekorasi, tata lampu, tata audio, serta tata ornamen lainnya berupaya mengejar standar konser. Dengan demikian diharapkan meninggalkan kesan lain pada penikmatnya, sehingga memberikan andil untuk mempertahankan bahkan meningkatkan cita-rasa seni ‘Wayang Golék’ sebagai karya seni adiluhung di Tatar Pasundan ini.

Di sisi lain, konsep cerita yang disuguhkan juga sedikit dikemas dengan menambahkan bentuk sajak-sajak sunda masa kini yang diselipkan misalnya ; pada kakawén, nyandra, murwa, atau pocapan dalang. Gending yang tidak membosankan juga menjadi hasil pengembangan dengan racikan tata gending yang variatif. Sedangkan kemasan alur pertunjukan memperlihatkan adanya kesatupaduan antara tokoh cerita wayang (dalam lakon) dengan keperluan lain untuk bersosialisai tentang pesan kehidupan bermasyarakat, bernegara, dan berbangsa misalnya dengan ; dialog interaktif, sajian tarian, dan lawakan (humor).

Secara umum dapat disimpulkan, “Wayang Ajén” merupakan alternatif pertunjukan seni wayang golek untuk menjawab sebagian tantangan terpinggirkannya seni adiluhung tersebut tanpa meninggalkan unsur tradisional yang menjadi cikal-bakalnya. Barangkali sudah saatnya, kita para insan seni dan budaya untuk tidak alergi terhadap suatu kreativitas, selama kreativitas tersebut tidak bertentangan dengan aturan, norma, atau apapun namanya yang menjadi dasar tentang sesuatu, dalam hal ini seni dan budaya.

Pagelaran Wayang Golek Ajén dalam rangka Hari Jadi ke-513 Kabupaten Kuningan beberapa waktu yang lalu menggelar lakon “Gatutkaca Jumeneng Raja”, design kisah : Ki Wawan Ajén, tim naskah : Hans B., dan Atep Hadiwa, lingkung seni Parwa Pujangga Kota Bekasi. Kota Kuningan memang benar-benar memiliki geliat atmosfir seni yang sangat mendukung untuk sebuah kreativitas.

Oleh: atep t hadiwa js | Oktober 5, 2010

sajak sunda

PANGBIBITA MANUSA

Tingcaringeus, tingséréngéh, tingkecewis,
kalacat muntang kana bulu mata,
sakapeung napak kana kongkolak handap bangun nu suka,
reureundeukkan ngagulayun muntang kana bulu mata nu séjén,
teu lila…….
ilang nyulusup ka jero raga,

Sawaréhna luncat ka sagigirna anyaclang ngawasa sakabéh sora,
ngabeledag handaruan meupeuskeun wirahma,
nguwak-ngawik ngacak waditra paningtrim,
haleuangna sora pabarencay teu napak wanci,
teu lila…….
ilang maksa nyorang jeroning raga,

Aya oge nu nyelap na lawang pangrasa arum,
ngélékéték kulibengna seuseungit ambeu,
narajang sukma jeung sagara kahayang,
tingkarayap maksa sabudeurna lawang,
teu lila…….
ilang ngalebur aruming raga,

Kiwari…
jeroning raga harénghéng teu puguh béja,
pangrasa, paningal, pangreungeu jeung pangambung jempé teu majar kumaha,
lalakon bagja meh katiban cilaka,
jumeritna raga ngancurkeun rohangan waruga,
sastra kamulyaan rocét sabada kasorang murkana rasa,
tunggaling manusa nyangsaya kurumuy kaliput dosa,
deudeuh teuing….. manusa,
teu wéléh nyiksa raga, nyapa jiwa, lali ka diri,
cenah manusa mulya….?
geuning malah kabita ku hejona paningal, amisna rasa, seungitna pangambeu jeung genahna sora,
beu… nyorang cilaka geuning?
bagja kasilih ku pangbibita.
(atep js, Oktober 2010)

Oleh: atep t hadiwa js | September 21, 2010

RAMADHAN DI SUMPREK CEKO, BAGI GUN…

(oleh : Atep T. Hadiwa)

Aku masih termenung-menung. Sesekali mengerutkan dahi, menggaruk-garuk bagian belakang kepala, menatap langit-langit kamar, lalu tersenyum. Entah apa yang kupikirkan, sekalipun saat itu aku benar-benar menguras pikiranku untuk menuliskan sesuatu. Aku hanya bisa melihat-lihat album poto bersama teman-teman lamaku. Beruntung segelas kopi ‘indocafe’ masih menemaniku malam ini, padahal baru saja aku melepas dahaga menyantap buka puasa bersama keluargaku. Ya… limabelas hari sudah bulan penuh berkah tahun ini terlewati. Tentunya seluruh umat muslim selalu menunaikan ibadah shaum pada bulan Ramadhan seperti ini dengan penuh kesungguhan dan keikhlasan. Mengapa tidak? Karena bulan Ramadhan merupakan suatu ujian dan kesempatan bagi umat muslim untuk menyongsong kelahirannya kembali menjadi sosok yang bersih dan suci. Bulan Ramadhan merupakan bulan penuh ampunan, bulan penuh maghfiroh, sebagai kawahcandradimuka untuk menyucikan diri menebus segala khilap, salah, dan dosa.

Tak hentinya aku membolak-balik sebuah tulisan berbentuk puisi yang kuperoleh dari sahabat dekatku. Tulisan itu dia kirimkan lewat es-em-es kemarin malam. Lalu aku bayangkan, sedang apa dia sekarang? Ah… menurutku dia sedang bahagia. Kubayangkan dia sedang menikmati suasana kota yang berbeda dengan kota-kota di negeri sendiri. Ya… kota-kota di negeri sendiri kan seperti ini, barangkali jelas akan berbeda dengan negeri orang. Menurutku dia sangat beruntung, setelah sekian lama kami berpisah dan masing-masing menjalani hidupnya sendiri-sendiri. Padahal sekian puluh tahun yang lalu kami pernah punya keinginan dan cita-cita yang sama, akan tetapi kenyataan berkehendak lain. Aku kini masih tetap saja berada di tanah kelahiran. Namun aku bersyukur masih mendapat petunjuk untuk tetap mengabdi, menjalankan amanat untuk orang banyak.
“Kapan cep Gun sahabatmu itu pulang dari Ceko Di? Apa dia mau lebaran di sana?”
Ibu mengagetkanku, sambil menengok dan menatapku yang masih asyik duduk di depan meja kecil di kamarku. Ibu memang selalu memanggil sahabatku itu dengan cep Gun, padahal nama sebenarnya Gunawan.
“Entahlah bu…, itu yang Hadi pikirkan. Tapi kayaknya tiga hari menjelang lebaran pasti dia pulang.”
Jawabku sambil menghabiskan sisa kopi di gelas yang hanya tinggal setengahnya.
“Ya sudah, kalau sudah ngantuk cepat tidur sana istirahat, nanti kesiangan kamu makan sahur!”
“Iya bu…”

Begitu ibu meninggalkan kamarku, aku kembali membaca tulisan Gun, sahabatku. Sengaja tulisan yang dikirimkan sahabatku lewat es-em-es itu aku simpan di komputerku. Tulisan berbentuk sajak itu ditulisnya dalam bahasa Sunda :

NGALIMBA DI PRAHA
(wawan gunawan @jen)

Batin jeung diri nalangsa disasaak mangsa,
Lambaran cipruk ku cimata,
Bet kalana ngarumas,
Dalah dikumaha puasa ayeuna bobor karahayuan alatan nyorang mangsa ngacacang di Praha.

Gusti neda hampura kuring bet ngalalaworakeun diri balai ngotoran beresihna Ramadhan taun ieu,
Hampura Gusti…
Kuring rumasa bangkelang,
Teu kawawa cimata nyurucud sabada narina beja ti lembur “jam sabaraha di Praha, ari bapana parantos tuang sahur?”
Karunya barudak lulungu bari gigisik sabada indung budak ngalimba,
Pajar bapa keur usaha.

Aya rasa bangga,
Aya kalana rasa guligah,
Kuring hayang gancang mulang ka sarakan majar bisa ngariung sahur taun ieu jeung anak tur pamajikan nu teu weleh satia nganti.
Hampura, geuning raga nyangsaya na waruga dosa//
(Sumprek Ceko, 22082010)

Tulisan sahabatku itu tetap saja membuatku tidak mengerti. Aku tahu sejak sebelum masuk bulan Ramadhan dia mengabariku akan pergi ke Cekoslowakia untuk mengikuti pesta seni rakyat dunia selama beberapa hari. Aku bangga mendengarnya, karena dia yang dulu sewaktu kecil menjadi sahabat dekatku itu kini sering menjadi utusan, mewakili negeri ini untuk memperkenalkan seni dan budaya negara sendiri di hadapan masyarakat dunia. Ah… bersyukur sekali, tak sia-sia dia menghabiskan waktu sebelumnya untuk belajar banyak mendalami bidangnya yang sangat dia minati. Berbeda dengan masa-masa lalu sewaktu kecil ketika kami bersama-sama. Sekitar usia duabelas sampai limabelas tahunan aku dan Gun selalu bersama-sama karena punya kegemaran yang sama. Kami sangat menyenangi seni, suka menggambar, bermain musik tradisional, dan Gun sejak itu sudah mahir memainkan ‘wayang golek’, maka tak heran jika sekarang pun dia sering ke negara lain untuk memperkenalkan ‘wayang golek’.

Emh… aku masih terus saja termenung. Memang kehidupan ini banyak memberikan pelajaran di samping pengalaman, dan semua itu akan memberikan manfaat bagi kehidupan selanjutnya. Sekalipun sahabatku Gun sedang berbahagia dan bangga karena prestasinya di bidang seni dan budaya, apalagi kini dia sedang mengunjungi negara lain yang tentunya dia akan memperlihatkan kepiawaiannya dalam pagelaran seni wayang. Namun tulisannya itu, membuatku tak kuasa meneteskan air mata. Berhari-hari di negeri orang membuatnya terpaksa tak bisa menikmati bulan Ramadhan yang penuh berkah ini dengan sempurna. Jauh dari anak dan istri, terasa sangat menyayat hatinya. Terbayang oleh Gun saat makan sahur bersama anaknya, berbuka puasa bersama, bercengkrama ketika menunggu saat-saat buka puasa. Tulisan Gun juga telah menyadarkan dirinya, bahwa memang bulan Ramadhan adalah kesempatan baginya untuk mengingatkan dan membersihkan diri dari berbagai noda dan dosa. Sekalipun Gun sedang menjalankan tugasnya di negeri orang yang seharusnya dia merasa bahagia, karena tidak semua orang bisa mendapatkan kesempatan seperti itu. Namun, kenyataan itulah yang membuatnya rindu pada anak, istri, dan tanah kelahirannya. Bahkan Gun sangat merindukan Ramadhan, bulan suci yang penuh berkah dan maghfiroh. Ya… tak ada seorang pun yang terlepas dari perbuatan dosa, Gun sahabatku telah menemukan makna kehidupan yang lain. Gun sahabatku telah mengingatkanku dan orang lain tentang indahnya bulan Ramadhan. Ya… kami rindu Ramadhan.

“Di… sahur Di! Cepat ini sudah disiapkan makan sahurnya…!” Seru ibuku dari dapur.

Oh, ternyata sudah hampir pukul setengah empat dini hari. Aku bergegas ke dapur untuk makan sahur. Tetapi aku masih teringat tulisan Gun, aku bayangkan dia makan sahur bersama keluarganya. Ah… semoga saja Gun masih sempat makan sahur bersama anak istrinya di akhir-akhir bulan Ramadhan ini.

Oleh: atep t hadiwa js | September 17, 2010

KEKUATAN RAMADHAN & INDAHNYA IDUL FITRI DALAM ‘RIUNG MUNGPULUNG’

“Riung Mungpulung Nyawang Mangsa ka Tukang”
(sebuah renungan)

Ada makna kehidupan dari suatu pertemuan yang menyiratkan bahwa perbedaan itu adalah kenyataan. Dan di antara kami yang selama kurun 25 tahun tak bertemu, juga merupakan kenyataan. Apa yang telah kami lakukan semuanya bermuara pada kenyataan masing-masing pada saat ini. Ya… sepertinya alam kami berbeda. Namun semua itu bisa menjadi kekuatan untuk mencapai kebahagiaan jika disikapi dengan penuh kedewasaan. Sebagaimana pesan sebuah syair salah seorang teman, seperti ini :

NALEK WIDADARI SUPRABA

Ceuk saha Janaka caliweura?
Pan eta mah Niwatakawaca nu hayang ngagunasika darajat wanoja,
Ceuk saha Supraba satia?
Pan loba para Batara nu wakca balaka hayang migarwa,
Supraba wanoja digjaya bet bisa meruhkeun carita Janaka pajar dirina brukbrak bisa muka lawang saketeng,
Janaka atawa Supraba caritana bisa naratas jagatraya,
Waruga nyangsaya na palataran kahyangan Indraloka nu mo bisa kadongkang,
Ceuk Niwatakawaca lantaran sawawa dina rasa cinta nu pabeda alam.

sumprek Ceko, 22/08/2010 (wawan ajen)

SIAPA BIDADARI SUPRABA

Siapa yang berkata Janaka gegabah?
Katanya Niwatakawaca berniat menggoda derajat seorang putri,
Siapa berkata Supraba setia?
Katanya semua Batara berniat memperistrinya,
Supraba seorang putri yang beruntung karena meluluhkan cerita Janaka sehingga tak ada yang menghalang-halangi membuka gapura keraton,
Janaka dan Supraba adalah cerita kehidupan yang menembus seluruh alam,
Badan akan sengsara karena tak mencapai kebahagiaan,
Karena kedewasaan dan kekuatan cinta yang berbeda kata Niwatakacawa.

(Karya Wawan Gunawan Ajen, alih bahasa oleh Atep T. Hadiwa)

Puji syukur kami ditakdirkan bersua kembali dengan beberapa orang teman lama setelah dalam kurun waktu 25 tahun tidak tahu kabar beritanya dan tidak pernah bertemu. Saat pertemuan itulah kami mencoba untuk mengenang kembali masa-masa lalu yang ketika itu kami lewati bersama, tentunya dengan penuh suka cita. Pertemuan itu tentunya sangat berharga bagi kami. Mengapa tidak? Karena dengan pertemuan itulah kami mencoba merajut kembali ikatan pertemanan dan kekerabatan yang dahulu sempat bersemi, dan kini makna pertemanan itu harus dilanjutkan dalam bentuk jalinan silaturahmi yang lebih bermakna lagi. Sekali lagi, pertemuan itu benar-benar telah membangkitkan sebagian perasaan dan jiwa kami untuk merenungkan dan memikirkannya. Harus kami sadari bahwa tanpa momen “Ramadhan & Idul Fitri” barangkali akan sangat sulit untuk merancang pertemuan seperti itu. Bagi kami, pertemuan itu jelas merupakan suatu peristiwa yang penuh dengan makna kehidupan, untuk mencoba menyadarkan diri, merenungi jalan hidup yang selama ini dijalani, dan memupuk semangat hidup agar menapaki suatu keberhasilan mencapai cita-cita.

Mengapa kami katakan demikian?
Harus kita sadari bahwa beban dan tantangan hidup pada masa-masa kini semakin kompleks, sedangkan kita sebagai manusia yang menjalani kehidupan ini jelas memerlukan jaminan keberhasilan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Jika hal itu kami kaitkan dengan pertemuan yang kami alami, kami menjadi tahu tentang siapa dan bagaimana kami saat ini dibanding dengan 25 tahun yang silam. Akhirnya terpikir oleh kami, apa yang dapat kami perbuat untuk sesama, atau paling tidak untuk teman-teman lama kami. Maka, misi kemanusiaanlah yang harus menjadi komitmen bersama dari pertemuan itu untuk membangkitkan semangat hidup sehingga bisa mengatasi beban dan tantangan hidup di masa datang. Kami bangga kepada teman-teman yang sudah berhasil, tetapi kami bersedih ketika menyaksikan beberapa teman yang mengalami masalah dalam kehidupannya. Oleh karena itu, mari kita ketuk diri masing-masing untuk kembali menjalin silaturahmi, mewujudkan cita-cita bersama dalam memberikan manfaat untuk sesama, walaupun kita berada dalam tempat yang berjauhan dan sibuk dengan aktivitas masing-masing. Mari, saling melengkapi dengan mengoptimalkan potensi yang ada pada diri kita.

Barangkali teman-teman berpikir bahwa pertemuan itu sederhana saja, namun bagi saya tidak. Sekilas saya pikirkan itu, karena adanya suatu “Kekuatan Ramadhan dan Indahnya Idul Fitri”. Semuanya itu adalah anugrah yang Maha Kuasa yang harus kita maknai, dan tidak mustahil jika pertemuan itu adalah merupakan suatu media untuk bangkit. Ya… bangkit agar kita dapat hidup.

Oleh: atep t hadiwa js | September 15, 2010

RIUNG MUNGPULUNG NYAWANG MANGSA KA TUKANG

Silaturahmi Alumni SMPN 1 Panumbangan Angkatan ’82 Lulusan ’85
(ku : Atep T. Hadiwa)

Teu ngarasa cape ieuh kuring saparakanca jeung babaturan sanajan peutingna nyileuk nahan katunduh alatan kudu mereskeun jeung nyiapkeun tempat katut alat-alat nu diperlukeun keur kalancaran acara isuk nu meneran dina poe ahad 3 syawal 1431 H. Malah ti samemehna ge geus diembarkaeun kurang leuwih pisapuluh poeeun nepi ka masang spanduk jeung baligo sagala di sisi jalan, kulantaran acara hayang sukses bari jeung babaturan bisa daratang ngahadiran dina waktuna. Rada ngarasa melang jeung hariwang kuring saparakanca teh sok inggis babaturan teu daratang. Ku kitu tea mah enya hariwang pisan, sabab ngabejaan babaturan kacida susahna, maklum kurang leuwih geus 25 taun teu patepung, geus pabarencay ngalumbara jigana teh rupa jeung pangawakan geus rarobah parangling. Jigana mah mun isuk tepung teh bakal wawanohan deui sakumaha baheula anyar tepung.

Gancang carita, kuring isukna kira-kira tabuh satengah dalapan geus datang di tempat nu geus ditangtukeun. Rarasaan mah asa nu pangheulana datang, singhoreng geuning Tahrudin babaturan kuring nu baheula awakna pendek kiwari ge angger keneh pendek. Ngan bedana teh ayeuna mah geus kumisan kasampak geus aya bari jeung riweuh keur ngatur meja katut kadaharan nu disiapkeun. Gede pisan tah tanggungjawabna Tahrudin teh, sakumaha kasapukan waktu keur ngabagi-bagi pancen. Kadaharan nu disiapkeun diantarana nyaeta rupa-rupa olahan kadaharan nu asalna tina sampeu, aya comro, goreng sampeu, seupan sampeu, deblo ipis, malah aya colenak sagala. Teu lila ti harita tingkurunyung babaturan sawarehna mimiti daratang, enya pisan nu kajadian tingharuleng, silih pelong, silih pencrong bari jeung nginget-nginget ngaran, saha ari ieu….. jeung saha ari itu…..! Ari inget, ari gabrug, silih gabrug bari tingcakakak mudalkeun kasono sanggeus kurang leuwih 25 taun teu patarepung.

Tah geuning geus rada euyeub babaturan daratang na teh, malah jigana geus rada laleuleuseun balagonjangan, ngalonyeng jeung sempal guyon. Celengkeung teh….. itu geuning Dedeh Darliah bari ngeupeul mik ngadeg di payun terus nyarita, oh enya geuning rek muka acara. Teu sangka geuning si aceuk masih keneh cerewed alias bawel teu beda waktu harita 25 taun kaliwat. Atuh acara dimimitian ku pangwilujeng ka sadayana dulur nu geus bisa hadir. Nuhun cenah…. tos tiasa hadir dina raraga Silaturahmi Alumni SMPN 1 Panumbangan Angkatan ’82 Lulusan ’85, nya dijudulan “Riung Mungpulung Nyawang Mangsa ka Tukang”. Saterusna si aceuk bari teu weleh ‘menebar senyum’, mikeun ancak ka ketua osis waktu harita 25 taun kaliwat, sumangga cenah dihaturanan.

Geuleuyeung…. Jehan Hidayat, angger keneh eta ge leumpang na teh ngageuleuyeung persis….. jeung kabayang baheula bari make calana sontog warna biru. Gep kana mik, terus nyarita….
Jehan ngamimitian sanuk-sanuk papalaku, terus ngabejakeun kronologisna acara nu ayeuna keur dilaksanakeun.

Cenah awalna mah pangna hayang ngayakeun silaturahmi alumni teh ku sabab inget jeung ngarasa sono hayang patarepung deui jeung sakabeh babaturan nu saangkatan baheula keur mangsa di SMP. Ari tujuan jeung maksudna ceuk Jehan, kahiji ngupayakeun tepung atawa silaturahmi, kadua ngumpulkeun data sakabeh alumni dina kayaan kiwari, katilu ngararancang ngawangun wadah alumni anu mandiri, kaopat pikeun kahareupna hayang ngawujudkeun hiji ‘lembaga’ atawa organisasi resmi anu mere mangpaat keur kahirupan balarea boh widang sosial, pendidikan, budaya, oge nu sejenna. Saterusna Jehan nganuhunkeun ka dulur-dulur nu geus ngarojong ku tanaga, pikiran, oge materi, kana kalaksanakeunna acara silaturahmi eta. Samalah nganuhunkeun pisan ka dulur anu geus ikhlas nyisihkeun sawareh rejekina pikeun lancarna acara. Cenah waragad nu digunakeun pikeun acara silaturahmi eta, ngahaja teu matok atawa ngalas ka sakumna babaturan. Ari alesan mah ceuk Jehan… sok inggis aya sawarehna babaturan anu hoream datang alatan dialas biaya. Nu dipiharep, sakabeh babaturan ulah sungkan jeung era datang kana eta acara alatan ngarasa geus aya beda antara hiji jeung nu lianna. Paralun…… ceuk Jehan, ulah ngarasa kitu, malah susuganan aya mangpaatna pikeun nangtukeun nasib keur kahareupna. Kabuktian geuning…. sawareh dulur-dulur nu geus mapan rejekina nembongkeun kanyaah tur kaheman kalawan ngarasa sugema bisa ngabantu ngawaragadan acara, malah sawarehna waragad nu aya bakal dimangpaatkeun pikeun mere santunan ka sawareh babaturan nu kaayaanna dina waktu kiwari kacida perlu dibantu.

Sarengsena Jehan nyarita, terus ngagupayan kuring, Wawan Gunawan, jeung Anang Suryana. Sok geura kahareup cenah…. gantian nyarita! Simanahoreng Jehan ingeteun pisan yen kuring, Wawan, jeung Anang teh baheula 25 taun kaliwat sok maen calung, malah jadi grup calung SMP. Atuh kuring tiluan ngarayap kahareup terus kuring ngeupeul mik.
Ceuk kuring, tah ayeuna urang ngawawaas waktu harita keur mangsa urang sagulung sagalang di bangku SMP. Kuring menta Wawan Gunawan macakeun sajak. Kuring inget ari Wawan teh ti baheula oge geus boga teureuh ‘dalang’, malah geus sohor jadi dalang angkatan remaja. Kerewek Wawan ngeupeul mik, terus maca sajak anu eusina kurang leuwih ngajak maca riwayat salila 25 taun kaliwat jeung ngajak miara tali duduluran dina mangsa kiwari.

Ari der teh… enya wae, teu antaparah deui Wawan maca sajak bari make sora ‘Arya Seta’, eta beledagna sora ‘Arya Seta’ bari handaruan matak muringkak bulu punduk. Kuring sarerea bungah bari ngarasa waas… nitenan nepi ka rengse Wawan maca sajak,

PANGANTEUR
“Riung Mungpulung Nyawang Mangsa ka Tukang, 03 Syawal 1431 H.”

baheula… 25 taun kaliwat,
urang babarengan karumpul ngatik pangarti di SMPN 1 panumbangan
baheula… taun 1982,
urang silih pelong silih pencrong, silih toél silih oconan,
galumbira pada-pada mawa watek séwang-séwangan
baheula…
urang teu apal rék ka mana nya lampah, rék kumaha nya kalakuan, rék jadi saha jeung rék jadi naon na mangsa nu bakal datang,
anging takdir manten-Na nu Maha Agung nu jadi gurat titis tulis nasib
kiwari…
urang masih babaturan nu masih kénéh héman, euweuh nu beda sajeroning milampah maca riwayat salila 25 taun
kahadé…
ulah laas kahujanan, ulah luntur kaibunan, ulah maragatkeun tali babaturan waktu harita, malah duduluran nu kudu diipuk,
malah mandar gede mangfa’at, urang maraca nasib keur kahareupna,
yuu…
urang karumpul silaturahmi, ngumbar kasono balakecrakan,
urang nyawang mangsa katukang
réréongan babarengan,
sasieureun- sabeunyeureun bakal ngawujudkeun silaturahmi urang sarerea
sugan… urang wujudkeun rencana kahareupna nu leuwih nyata pikeun ngajalin tali silaturahmi urang.
(atep_js, 12 Sep 2010)

Saterusna, giliran kuring maca sajak beunangna Wawan. Cenah… baca tah sajak kuring, nu eusina kira-kira ngajak ngaragap diri meungpeung masih aya dina suasana lebaran. Atuh der…. deui wae kuring maca sajak sabisa-bisa. Ngan ceuk kuring mah ieu sajak teh aneh kacida, kieu geura :

TALAJAK BUTA JEUNG SI CEPOT DI PRAHA

Jekrek- jekrek Si Cepot motah ngababukan hulu buta,
ger bule-bule nu keur nongton surak alatan mupuas talajak buta.
Talajak buta naha asa aya dina diri kuring sorangan?
nu poho kana wanci,
singhoreng panongton mirengeuh talajak kuring nu keur poekeun.
Bareng jeung tanceb kayon mangsa lakakon dipungkas.
Horeng ari inget di lembur mah geuning kiwari teh keur takbiran sabada rengse puasa sabulan campleng.
Gusti hampura geuning aya keneh talajak buta nu nyelap na kongkolak mata jeung sagelas Vodka na genggerong kuring //

Praha, Ceko: 07092010.
Wilujeng Boboran Siam. Hampura lahir, hampura batin. (wawan@jen)

Beres kuring, saterusna giliran Anang Suryana ngawih. Baheula 25 taun kaliwat Anang pamingpin lamun keur maen calung. Dedegana jangkung tur badag jeung angger rada hideung, tapi geuning alus ngawihna mah. Anang cacalawakan ngawih lagu ‘Ulah Cuerik’, lagu sunda jigana mah…
Wah… waas kacida, ngalagenah eta Anang ngawih tepi ka babaturan nu sejen nu tadina cimekblek dina korsi ngadadak tingkuniang ngaradeg terus ngarampayak ngaribing. Duh… waas lah pokona mah. Edaaas… eta nu ngarampayak, aya Rustiadi, Maman Kopasus, Yayat Ruhyat, Tahrudin, eta euleuh Nur Eliati, Enok Wartika, itu geura…. Nani Nurhayati oge ngageol…!

Minangka panyelang acara, saterusna kuring macaan daftar absen unggal kelas anu persis jeung waktu harita 25 taun kaliwat. Babaturan nu hadir terus ka hareup baris ngarendeng terus dipoto.
Dimimitian ti kelas A, nya anu hadir teh nyaeta : Ai Lelah H, Dadang Selamet, Endang, Husni Mubarok.

Kelas B, nu hadir nyaeta : Agus S. Toni, Dede Suhada, Jehan Hidayat, Kurniadi, Maman, Rahmat, Tahrudin, Titin Kartini, Wawan Sunarwan, Yani Garini.

Kelas C, nu hadir nyaeta : Awan Sutiawan, Dede Ateng Jaelani, Dedeh Darliah, Iis Dahyati, Ita Hartita, Maman Sulaeman, Ojat Suparman, Reni Riyani, R. Rita Malinda, Rosid Suhendar, Suhenda, Uus Jahidarius, Uus Kusnawan.

Kelas D, nu hadir nyaeta : Anang Suryana, Ate Haryana, Atep Tatang, Endang Dudun Abdulah, Ida Roaida, Jaja Subagja, Nunu Nugraha, Tatang Wahyudin, Nanang Herdiana.
Kelas E, nu hadir nyaeta : Endang Rahmat, Engkus Kusmana, Kusna Herlan Noor, Rustiadi, Wawan Darmawan.

Kelas F, nu hadir nyaeta : Asep Maskur, Enok Wartika, Nani Nurhayati, Neneng Indrajati, Wawan Gunawan, Neni Amalia S., Nur Eliati, Popong Wartini, Yayat Ruhyat.

Wah… tegep lah, sakabeh nu hadir ti unggal kelas beres dipoto. Saterusna, Jehan nyarita deui yen pikeun kahareupna baris dilaksanakeun ngararancang program nu leuwih nyata, nyaeta hayang ngawujudkeun hiji lembaga atawa organisasi resmi anu dilola ku kakuatan alumni ku jalan ngamangpaatkeun sakabeh potensi anu aya. Jigana optimis pisan, dina waktu anu moal lila deui baris dilaksanakeun ririungan anu dihadiran ku wawakil ti unggal kelas.

Saterusna, acara ramah tamah minangka acara bebas ngumbar kasono, balakecrakan, jeung hiburan alakadarna jadi acara pamungkas. Teu sangka geuning…. Yayat Ruhyat ngahaleuangkeun kawih-kawih lawas, nostalgia, kacida ngalagenahna. Eta kumisna ngajiripit, jadi gendut pangawakana, padahal baheula mah leutik jeung pendek bari jeung cicingeun. Disambung ku Rustiadi, milu aub ngahaleuang, ngalagenah oge sanajan rada sumbang sorana, mantri Iyus ayeuna mah katelah na teh. Tuh geuning… Enok Wartika, ibu dosen oge ngahaleuang, duka naon kawihna, pokona mah ngalagenah oge. Aya oge ‘duet maut’ sebagai bintang tamu, Iis Dahyati jeung Wawan Darmawan ngahaleuang dangdutan…. Siiiip lah…! Kitu geuning tah… gumulungna kasono anu tamplok di aula Desa Medanglayang, sabada 25 taun teu patepung.

Teu karasa waktu nyerelek, geuning geus tabuh 12 peuting ieu teh, kuring anteng “Nyawang Mangsa ka Tukang”. Cag…. Heula ah,

Katitipan saur ti sadaya dulur, ‘hatur nuhun‘ SPECIAL kanggo :
ASEP TOHARI, KUSNA HERLAN NOOR, RENI, UUS KUSNAWAN, WAWAN GUNAWAN, sareng ITA HARTITA.
Teu kantun ‘hatur nuhun’ oge kanggo :
Dede Suhada, Titin Kartini, Dedeh Darliah, Rosid Suhendar, Nunu Nugraha, Nanang Herdiana, Enok Wartika, Neni Amalia S., Maman Abdurahman, Koharudin, Nur Eliati, Kosasih, Iis Dahyati, Dede Ateng Jaelani, Erpin Marpinda, Ida Roaida, Neneng Indrajati, Asep Maskur, Yayat Ruhyat, Rahmat.
Mugi Alloh SWT ngawales kasaeanna, kalayan materi anu tos dipaparinkeun mugi sing mangpaat tur barokah, enggal kagentosan anu langkung ageung. Amin.

(Sertifikasi : Universitas Pendidikan Indonesia)

Terima kasih kepada segenap jajaran panitia Sertifikasi Guru dalam Jabatan Rayon X Jawa Barat, sejauh ini telah memberikan kemudahan kepada kami untuk mengetahui hasil dan berbagai perkembangan seputar Sertifikasi Guru. Selamat menjalankan tugas hingga sampai di muara harapan, sekalipun penuh dengan tantangan dan hambatan.

Tidak ada salahnya apabila saya sebagai karyawan Departemen Agama di lingkungan Kandepag Kabupaten Ciamis merasa ‘sangat prihatin’ ketika mengetahui hasil penilaian portofolio sertifikasi guru dalam jabatan kuota 2008, yang memberikan indikasi bahwa saya dan rekan-rekan guru lainnya boleh dinyatakan ‘belum layak untuk menduduki jabatan profesional sebagai guru’.

Mengapa demikian? Karena, sesuai hasil penilaian portofolio yang diumumkan, ternyata dari sejumlah peserta sertifikasi guru yang berasal dari lingkungan Kandepag Kabupaten Ciamis yaitu sebanyak 89 peserta, 80,9% atau sebanyak 72 peserta harus mengikuti undangan MPPLPG (PLPG), sedangkan yang dinyatakan LULUS hanya 17 peserta saja atau mencapai 19,1%.

Bagi saya kenyataan ini sangat memilukan, karena dalam pandangan awam saya, undangan untuk mengikuti MPPLPG (PLPG) adalah cerminan suatu kenyataan bahwa saya dan rekan-rekan guru lainnya belum/tidak sesuai dengan harapan yang sebenarnya dalam memenuhi instrumen penilaian sertifikasi guru dalam jabatan. Instrumen tersebut adalah sebagai berikut.

KOMPONEN PORTOFOLIO
(SESUAI PERMENDIKNAS NO. 18 TAHUN 2007)

1. Kualifikasi akademik
2. Pendidikan dan pelatihan
3. Pengalaman mengajar
4. Perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran
5. Penilaian dari atasan dan pengawas
6. Prestasi akademik
7. Karya pengembangan profesi
8. Keikutsertaan dalam forum ilmiah
9. Pengalaman organisasi di bidang kependidikan dan sosial
10. Penghargaan yang relevan dengan bidang pendidikan

MPPLPG (PLPG) sangat bermanfaat memang; akan memberikan wawasan dan pengalaman yang lebih luas, memerkaya penguasaan teknik-teknik pembelajaran, memahami lebih mendalam tugas dan kewajiban seorang guru, meningkatkan kompetensi keguruan, menguasai sikap profesionalitas, mendapat pengetahuan baru, dan lain sebagainya.

Namun, tampaknya tidak sesederhana itu. Data yang menunjukkan bahwa sebagian besar peserta sertifikasi guru dalam jabatan yang berasal dari lingkungan Kandepag Kabupaten Ciamis diundang untuk mengikuti MPPLPG (PLPG), ini merupakan ‘peringatan’, sekaligus menyiratkan bahwa memang jabatan tenaga profesional sebagai ‘guru’ tidak dengan mudah dapat diraih dengan begitu saja.

Terlepas dari kenyataan itu, alangkah bijaknya jika kita sebagai seorang guru terus berupaya meningkatkan kemampuan dan memperbaiki sikap guna menunjang tugas dan beban kita dalam menjalankannya.

Selamat, kepada rekan guru yang sudah lulus, dan bagi rekan guru yang diundang dalam MPPLPG (PLPG) selamat mengikutinya dengan penuh keyakinan bahwa masa depan adalah akan lebih baik. Untuk mengetahui hasil dan perkembangan seputar sertifikasi guru, silakan mengikutinya di http://www.sertifikasiguru-r10.org, atau jika mengalami kesulitan berikut data hasil penilaian rayo X khusus peserta dari lingkungan Kandepag Kabupaten Ciamis.

Untuk rekan-rekan guru Madrasah yang ingin mengetahui Daftar Calon Sertifikasiguru Tahun 2009 dapat membacanya di http://www.depag.go.id/index.php?a=artikel&id2=dafsertifikasiguru2009.
Selamat menyongsong ‘Era Profesionalisme’ dengan senantiasa memerhatikan rambu-rambu profesionalitas, sehingga karakteristik ‘Guru Profesional’ benar-benar tercermin. Majulah Pendidikan kita…

(sumber data : http://sertifikasiguru-r10.org/page/hasil, 28 desember 2008)

Older Posts »

Kategori